oleh : Abdurrahman (Akuntansi Unsri 2011 - KSEI Ukhuwah)
Penerapan Asuransi Syariah
dalam lingkup proses yang nyata dapat
dilihat pada DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001, dijelaskan bahwa Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah
usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah. Selanjutnya juga dijelaskan instrumen yang harus ada
dalam asuransi syariah ialah pihak yang terlibat (perusahaan asuransi dan
peserta asuransi), premi (iuran untuk asuransi), klaim (hak peserta asuransi), dan
tentu saja akad yaang bermuara pada hak dan kewajiban antar pihak, cara, dan
waktu pelaksanaan serta jenis akad. Maka “jenis Akad” lah yang mencirikan
asuransi syariah berbeda dengan asuransi umum lainnya.
Dalam status aktifnya, kita lihat hampir sama dimana
ada pihak yang menyediakan layanan asuransi dan ada juga pihak yang
menggunakannya. Tidak jauh berbeda, namun dari segi jenis akad yang diterapkan,
merupakan suatu pencirian utama asuransi syariah, yaitu akad Tabarru dan tidak menutup kemungkinan juga
menggunakan akad Tijaroh..
؏
Akad Tabarru
Pada akad ini, asuransi syariah lebih bersifat
penghimpun dana hibah. Perusahaan asuransi adalah pihak sebagai pengelola dana
hibah dari peserta yang mengibahkan dananya untuk membantu orang lain yang
sedang kesulitan ataupun sebaliknya. Akad jenis ini tentunya bukan untuk tujuan
komersil tetapi semata-mata untuk saling tolong menolong. Premi/dana dari
peserta yang dihibahkan dapat diinvestasikan sebatas yang diperjanjikan dan biasanya
akad ini jarang digunakan untuk suatu perusahaan asuransi, karena keuntungan
didapat hanya berbentuk ujrah (upah/fee) atau sekedar pemberian
seadanya.
؏
Akad Tijaroh
Pada akad ini, asuransi syariah condong menggunakan
prinsip mudharabah (kerjasama). Dalam case
ini, perusahaan asuransi sebagai pengelola dana (Mudharib) dan peserta
asuransi sebagai pemilik dana (shahibul mal)/pemegang polis (surat bukti
asuransi). Dalam hal ini keuntungan didasarkan atas nilai keadilan dengan
proporsi yang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak, tanpa adanya
kerugian antara kedua belah pihak. Akad ini berfokus pada tujuan komersil, dan
akad inilah yang sering/banyak diaplikasikan di perusahaan asuransi syariah,
karena penetapan keuntungan didasarkan atas kerja sama kedua belah pihak yang
telah berserikat sehingga proporsi keuntungan jelas dan telah dideterminasi.
Adapun teknisnya, dana peserta asuransi dapat diinvestasikan dan hasil dari
padanya dibagikan berdasarkan kedua belah pihak dengan asas mudharabah.
Namun, kedua akad
ini bernilai syariah dimata fiqh mu’amalah. Karena unsur islamiyah dalam
iqtishaduna yang berupa kejelasan, keadilan, kesepakatan menyeluruh, terdapat
dalam kedua akad ini.
Artikel Sebelumnya :
Ajiip, gan. Kalau bisa dishare juga dalam bentuk hardcopi mading masjid agar mahasiswa lain bisa membaca, dari FoSSEI, oleh FoSSEI,untuk Semua
BalasHapus